Friday, March 13, 2009

Mengamati Burung, Melestarikan Lingkungan

KOMPAS.com - Pelestarian lingkungan dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah kegiatan pengamatan burung di alam bebas. Selain memberikan kenikmatan tersendiri, kegiatan ini juga dianggap edukatif. Lalu, apa menariknya?

Bagi para pegiat pengamatan burung (bird watching), kegiatan tersebut menarik karena memiliki berbagai dimensi manfaat baik bagi manusia maupun untuk lingkungan sendiri. Menyenangi burung bukan berarti harus ditangkap dan dipelihara, tetapi justru membiarkan mereka hidup di alam bebas.

"Kami dapat menikmati keindahan dan keunikan burung dari ciri fisiknya hingga suaranya, tanpa harus menangkapnya. Bedanya dengan berburu, kami membidik mereka dengan teropong bukan dengan senjata," kata Karyadi Baskoro, koordinator Semarang Bird Community (SBC), ketika sedang mengamati migrasi burung pemangsa di Hutan Wisata Penggaron Kabupaten Semarang, Jumat (13/3).

SBC adalah komunitas pelestari burung yang beranggotakan sekitar 60 orang dari berbagai elemen baik organisasi maupun perorangan. Dari tanggal 7-15 Maret ini, SBC mengadakan program acara migration festival 2009 atau festival migrasi burung pemangsa (raptor) yang melintasi Semarang, tepatnya di Hutan Wisata Penggaron.

Dengan mengamati burung, para anggota SBC bisa mengetahui berbagai karakter burung, manfaat burung bagi alam, dan mendata berbagai jenis spesies yang terdapat di alam bebas. Proses edukasi ini membuat seorang pengamat semakin menghargai lingkungannya.

Dalam sebuah pengamatan, para anggota SBC berbagi peran. Ada yang mengamati dengan teropong, menghitung jumlah dan mengidentifikasi spesies burung, dan mendokumentasikan hasil identifikasi tersebut.

Menurut Baskoro, hal yang paling menarik dari pengamatan burung adalah proses pencariannya. Kepuasan tersebut terdapat ketika sang pengamat menemukan obyek yang diburu .

"Terdapat berbagai macam bentuk pengamat, dari yang senang mengamati berbagai jenis burung hingga pengamat yang memburu burung-burung jenis tertentu yang langka. Pemburu burung-burung langka ini rela pergi ke berbagai negara agar bisa mengamati burung tersebut. Mereka seperti kecanduan," kata pengajar di Jurusan Biologi Undip ini.

Tak heran, jika para anggota SBC juga bepergian ke berbagai tempat, seperti Jepara, Blora, Kendal, dan Kedung Ombo, demi mendapatkan kepuasan dari kegiatan bird watching.

Ketua Pelaksana Migfest 2009 Muhammad Nurhasyim menuturkan, festival migrasi diadakan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai fenomena migrasi burung. "Selain itu, kami ingin mengenalkan hutan wisata Penggaron sebagai salah satu tempat ekowisata," kata mahasiswa Pencinta Alam Biologi Undip Haliaster ini.

Hutan Wisata Penggaron merupakan salah satu lokasi di Indonesia yang berciri bottle neck flyway (penggabungan jalur migrasi burung), sehingga menjadi tempat yang strategis untuk mengamati perpindahan burung.

Selain mengamati migrasi burung raptor, rangkaian kegiatan Migfest 2009 sendiri terdiri atas, pelatihan identifikasi dan pembuatan data migrasi, pendidikan lingkungan hidup, publikasi dan kampanye konservasi lingkungan hidup, dan lomba menggambar.

"Kebanyakan pesertanya mulai dari anak yang bersekolah di TK hingga kelas 6 SD. Hal ini karena kami ingin memperkenalkan dunia konservasi lingkungan melalui burung sejak dini," kata Hasyim.

Kompas March, 14th 2009




No comments:

Post a Comment